Minggu, 11 November 2012

Media R 2

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN GURU DIKJASOR
DALAM MEMBELAJARKAN SISWA

Oleh

  1. ROHMAD, M. Pd.


ABSTRACT

This study is based on physical education and sport observer finding which conclude that a lot of learning process in Dikjasor is not effective yet. Learning process conducted by Dikjasors’ Teacher still tends to be centered of the teacher, and almost has never been done by students initiative it self. To be able to teach student better, teacher need to improve his/her ability, which one of its way is perform a Classroom Action Research.
Referring to the matter above, hence the problem discussed in this case is Dikjasor’s teacher, which did not know yet about the aim and concept of Dikjasor, and also learning with humanity approach. The aim of this study is to correct and to improve the quality of Dikjasor’s teacher in teaching the student. While one of this study benefits is expected for the renewal (innovation) in education especially learning process.



Keywords: icrease, physical education and sport’s skill, students’ learning



A.    Pendahuluan
Upaya peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu fokus di dalam pembangunan pendidikan dewasa ini. Undang – undang R.I. no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Penerapan semua ketentuan dalam Undang – undang tersebut diharapkan dapat mendukung segala upaya untuk memecahkan masalah pendidikan, yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan yang signifikan terhadap masalah – masalah makro bangsa Indonesia.

Sejalan dengan itu, pemberlakuan Undang – undang R.I. no. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menuntut penyelenggaraan pendidikan dengan kewenangan yang cukup kepada daerah atau sekolah untuk  merancang dan menentukan hal – hal yang akan dibelajarkan, proses pembelajaran, dan penilaian keberhasilan dari proses pembelajaran. Oleh sebab itu sebagai konsekuensinya adalah tersedianya sumber daya manusia dalam hal ini guru yang cukup memadai.
Untuk dapat menghasilkan sumber daya manusia yang memandai atau berkualitas adalah melalui proses pendidikan yang berkualitas pula. Begitu juga halnya dengan pelaksanaan pembelajaran siswa dalam mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah.
Salah satu pendekatan pemecahan berbagai permasalahan yang digunakan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan itu adalah meningkatan keterampilan guru dalam pembelajaran siswa.
Para guru tidak lagi cukup dianggap sekedar sebagai penerima pembeharuan yang telah tuntas dikembangkan, melainkan itu bertanggungjawab dan oleh karena itu berperan aktif untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya sendiri terhadap proses pembelajaran yang dikelolahnya, termasuk guru pendidikan jasmani dan olahraga.

B.   Pendidikan Jasmani dan Olahraga
1.      Perkembangan konsep Dikjasor
Pengertian pendidikan jasmani dan olahraga hingga saat ini masih dipertentangkan, baik oleh pakar olahraga, maupun oleh pakar ilmu  lainnya. Istilah pendidikan jasmani dan olahraga semakin berkembang seiring dengan perkembangan dan tuntutan ilmu pengetahuan tentang olahraga. Masing – masing negara memiliki landasan filsafat dan konsep pendidikan jasmani dan olahraga, sehingga perlu mencermatinya jika kita ingin mengkajinya lebih dalam tentang filsafat dan konsep Dikjasor tersebut.
Sebenarnya ada tiga pohon ilmu yang tumbuh berdekatan, yang saling mempengaruhi tentang pengertian dan garapannya, yaitu : (1) ilmu kesehatan, (2) ilmu olahraga (Sport Sciences), dan (3) ilmu pendidikan.
Menurut Haag (1994:56) adan lima konsep dasar sebagai pertimbangan perkembangan ilmiah terhadap pendidikan olahraga (Sport Pedagogy), yang apabila diterjemahkan  adalah sebagai berikut : (1) Pendidikan Olahraga sebagai bagian dari pendidikan, (2) Pendidikan Olahraga sebagai bagian dari ilmu olahraga, (3) Isi dari Pedidikan Olahraga, (4) Metode ilmiah dalam Pendidikan Olahraga, dan (5) Konsep penelitiannya mengarah ke Pendidikan Olahraga.
2.      Konsep pendidikan jasmani dan olahraga
Untuk memiliki wawasan, konsep, dan prinsip – prinsip pendidikan jasmani dan olahraga yang mantap, kiranya kita perlu mengikuti pola  pikir Williams (1959) dalam Soemosasmito (1994:11), bahwa prinsip – prinsip pendidikan jasmani dan olahraga akan mantap apabila didukung oleh landasan falsafah dan fakta ilmiah, seperti bagan : 1.1. di bawah ini.

Dari data movement education, sport sciences, kinesiologi, dan physical education yang telah dianalis dapat digunakan untuk   mendukung konsep pendidikan jasmani dan olahraga dari sudut fakta ilmiah yang bersifat universal.
Selain didukung fakta ilimiah, konsep pendidikan jasmani dan olahraga harus didukung oleh landasan falsafah, yaitu cara suatu negara memandang dan menghayati suatu fenomena dengan mempertimbangkan keyakinan falsafahnya. Tentunya bagi bangsa Indonesia, landasan   falsafah yang dianut adalah Pancasila dan UUD 1945.
Berikutnya, di dalam UU. RI. No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Bab 10 Kurikulum pasal 37 ayat (1) butir (h) tertulis kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat “pendidikan jasmani dan olahraga”.
Berlandaskan pada falsafah dan fakta ilmiah tersebut, bangsa Indonesia memiliki istilah “pendidikan jasmani dan olahraga” yang merupakan sekeping mata uang yang tidak dapat terpisahkan.    Seandainya masing – masing keping tersebut terpaksa terpisah, maka   nilai dan maknanya akan berkurang bahkan merosot. Dalam pelaksanaannya pendidikan jasmani cenderung dilaksanakan pada jam pelajaran di sekolah, sedangkan pendidikan olahraga cenderung dilaksanakan di luar jam pelajaran sekolah (Soemosasmito, 1994:13).
1.      Tujuan pendidikan jasmani dan olahraga
Dengan menyadari akan keberadaan manusia dan keterkaitannya dengan lingkungan maka tujuan Dikjasor adalah peningkatan perilaku hidup sehat jasmani dan rohani bagi siswa, dengan mengkondisikan lingkungan belajar yang konduksif.
 Menurut Soemosasmito (1994:113–114) Dikjasor sebagai    sekeping mata unag logam yang mempunyai dua sisi, yaitu : (1) sisi Dikjas yang cenderung mengarah pada aspek rohani dan (2) sisi Diktor yang cenderung mengarah pada aspek jasmani, maka kedua sisi tersebut harus saling mengait. Pada dasarnya kedua sisi tersebut mempunyai garapan yang berbeda, antar satu dengan yang lainnya berperan saling melengkapi dalam mewujudkan pribadi siswa yang sehat jasmani dan rohani. Oleh karena itu perhatian guru Dijaksor tidak hanya mengarah pada pelatihan teknik gerak saja, namun juga mengarah pada pengalaman belajar yang merangsang tumbuh kembangnya pribadi siswa yang utuh.
Sebagai konsekuensinya, maka pendidikan manusia seutuhnya adalah pendidikan yang memanfaatkan aspek jasmani – rohani secara  tepat sehingga memungkinkan tumbuh kembangnya daya intelektual, sosial, emosional, dan estetika pada diri siswa.
Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan manusia seutuhnya akan menghadapi kendala, apabila aspek jasmani diabaikan karena mengutamakan tuntutan keterampilan intelektual daripada keterampilan jasmani.
Apabila dianalisis lebih lanjut, tujuan Dikjasor yang mengarah    pada sehat seutuhnya dengan mencakup aspek sehat jasmani dan rohani tersebut, secara rinci memuat enam dimensi yaitu dimensi sehat jasmani, sosial, emosional, mental, intelektual, dan spiritual, yang  apabila dirinci dan disusun dapat digunakan oleh guru sebagai indikator keberhasilan pembelajaran siswa, seperti bagan : 1..2 berikut ini :

Perilaku Hidup Sehat Seutuhnya
Indikator Keberhasilan Membelajarkan
Siswa
1    Aspek Sehat
Jasmani (tujuan sisi Dikor)
1)      Tumbuh kembang,   serasi dan
seimbang
2)      Terampil



3)      Bugar



4)      Segar


Mengacu pada pribadi yang memiliki struktur jasmani, yang tampan, serasi dan seimbang.

Pertumbuhkembangan jasmani dan organ – organ tubuh secara serasi dan seimbang.


Gerak yang makin kuat, cepat, tepat, lentur terkoordinasi, luwes, indah, anggun dan tangkas,     yang mendukung tercapainya prestasi olahraga       yang tinggi.
Tidak menghidap penyakit, dapat bekerja dan      belajar relatif lama dan masih memiliki daya       cadang setelah bekerja dan belajar dengan keras.
Tampang selalu segar dan menarik.



Aspek Sehat
Rohani (tujuan sisi
Dikjas)
1)      Sehat Sosial


    2)   Sehat Emosinal


    3)   Sehat Mental


     4)   Sehat Intelektual


  



     5) Sehat Spritual

Mengacu pada pribadi yang berbudi pekerti luhur.

Dapat bekerja sama, tolong – menolong, sikap terbuka, toleransi, dan menghargai pihak lain termasuk lawan.
Dapat mengendalikan diri, tenggang rasa, saling memaafkan, saling menghormati, dan dapat mengutarakan pendapat secara santun.
Bersikap jujur, sportif, disiplin, rela berkorban, tangguh mantap, mandiri, dan bertanggung jawab.
Memiliki citra hidup sehat dan berupaya untuk mengaktualisasikan perilaku hidup sehat intelektual yang tampak dalam kehidupan sehari – hari, dan dapat mengantisipasi situasi pertandingan dalam menentukan strategi, teknik, dan taktik yang tepat dan cepat
Dapat mengambil hikmah dan merasakan nikmat karena menghayati, dan dapat mengaktualisasikan perilaku hidup sehat karena mendapat limpahan rahmat dan anugerah dari Tuhan Y.M.E.

Bagan : 1.2.     Perilaku hidup sehat seutuhnya dan indikator keberhasilan pembelajaran dan pelatihan (dalam Soemosasmito, 1997:117)

C.   Pembelajaran Siswa dalam Mata Pelajaran Dikjasor
  1. Psikologi yang melandasi pembelajaran
Dengan memperhatikan bagaimana cara manusia belajar, ada dua teori belajar yang masing – masing mempunyai keunikan tersendiri.   Yang pertama adalah teori behavioristik, dan kedua adalah manusiawi. Dalam pelaksanaannya, sebelum guru Dikjasor membelajarkan siswa secara manusiawi, terlebih dahulu siswa diberi arahan dan contoh (misalnya bagaimana cara melakukan pemanasan), dan setelah siswa dianggap mampu serta menyadari akan kebutuhannya, baru diarahkan dalam proses belajar yang mandiri dan berkelanjutan.
Untuk mencapai tujuan belajar Dikjasor maka pertama kali kita  perlu mengidentifikasi masukan perilaku, yaitu : tujuan apa yang ingin dikuasi siswa, seberapa besar motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Dikjasor, dan kendala apa yang dihadapi siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Menurut Rogers dalam Charles (1980:27) seperti dikutip Arwin (2000:22), strategis yang digunakan dalam membelajarkan siswa adalah belajar atas inisiatif sendiri akan lebih cepat membantu pertumbuhan jati diri siswa dan waktunya akan lebih lama serta bernilai tinggi, dibandingkan jika siswa hanya menerima dengan pasif informasi yang diberikan oleh guru.
Dengan strategi pembelajaran tersebut diungkapkan bahwa esensi yang terkandung dalam pembelajaran siswa yang manusiawi adalah :


(1)   melibatkan siswa dalam pembelajaran sebagai pribadi yang unik dari sisi jasmani, emosional dan mental, (2) arahan pembelajaran tumbuh dari dalam diri siswa, (3) pembelajaran mengahargai adanya perbedaan perilaku dan sikap siswa, (4) siswa dirangsang untuk mengevaluasi belajarnya, untuk menumbuhkan rasa merdeka, kreativitas dan percaya diri.


  1. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan bagian yang terpisahkan (integral) dari suatu proses pembelajaran. Evaluasi dalam proses pembelajaran siswa pada dasarnya memfokuskan bagaimana guru dapat mengetahui efektivitas  hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Melalui evaluasi, guru dapat mengetahui sejauh mana siswa telah memiliki penguasaan keterampilan gerak sesuai  dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Menurut UU. RI. No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Bab XVI bagian kesatu pasal 58 ayat (1) dijelaskan bahwa :  “evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.
Akan tetapi kenyataannya, guru dalam melakukan evaluasi cenderung hanya menilai hasil belajarnya saja misalnya berapa jauh siswa dapat melompat, berapa detik siswa dapat berlari memasuki garis finis dan sebagainya. Guru di samping menilai hasil, hendaknya juga menilai  proses yang terjadi selama siswa mengikuti pembelajaran dan juga interaksi sosialnya yaitu hubungan antara siswa dengan siswa dan guru dengan siswa. Oleh karena itu, sudah semestinya evaluasi terhadap    proses pembelajaran hendaknya juga melibatkan siswa.
Pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga diharapkan dapat berlangsung secara berkelanjutan agar dapat menjangkau tujuan belajar jangka panjang. Oleh sebab itu evaluasinya juga diharapkan dapat berlangsung secara berkelanjutan pula.
Salah satu alternatif yang digunakan untuk melaksanakannya    adalah dengan pendekatan kelompok yang akhirnya mengarah kepada pendekatan individu. Dengan model evaluasi seperti ini, maka diharapkan akan timbul kemandirian pada diri siswa dan pembelajaran benar –     benar tampak berpusat kepada siswa (teacher center) dan tidak hanya didominasi oleh guru.

D.   Beberapa Permasalahan Dikjasor
Beberapa permasalahan Dikjasor yang dapat dikemukakan disini diantaranya adalah masih ada beberapa guru Dikjasor yang belum kompeten di bidangnya, yang mana indikatornya adalah sebagian guru tersebut belum mengetahui tentang konsep dan tujuan pembelajaran yang manusiawi, serta kurangnya sumber – sumber dan perlengkapan yang digunakan untuk mendukung pembelajaran.
Model praktek pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang dilakukan oleh guru Dikjasor masih menuntut siswa untuk melakukan pelatihan fisik berdasarkan perintah guru, dan hampir tidak pernah dilakukan atas inisiatif anak itu sendiri. Dengan kata lain, siswa sering hanya dianggap sebagai objek dan bukan subjek pendidikan.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, biasanya siswa putri sering menghindari pelajaran dengan alasan haid, sakit kepala, dan sebagainya. Sementara siswa putra mengikuti pelajaran dengan tidak sungguh – sungguh, hal ini dapat dilihat dari cara berpakaian yang tidak sesuai (terkandang tidak memakai celana olahraga), dan dalam melakukan kegiatan yang terkesan malas – malasan. Hal ini mungkin disebabkan karena kekurangmampuan atau keterbatasan guru Dikjasor yang dalam membelajarkan  siswa, dengan materi yang diberikan itu – itu saja (rutinitas) sehingga terkesan membosankan.
Yang perlu diingat dan tidak kalah pentingnya bahwa selama ini siswa merasa kurang tertarik pada pelajaran Dikjasor karena pembelajaran ini kurang dapat menentukan “nasib” dapat menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Apalagi setelah ada ketentuan beberapa mata pelajaran seperti Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia yang harus ditempuh melalui Ujian Nasional (UN), maka memberi dampak bagi siswa dengan memprioritaskan belajarnya pada mata pelajaran tersebut. Sehingga mata pelajaran lain tidak dianggap penting termasuk mata pelajaran Dikjasor, akibatnya siswa beranggapan bahwa materi pelajaran Dikjasor tidak perlu dipelajari dan mereka tidak perlu belajar atau berlatih di luar penyajian materi pada jam pelajaran.
Jumlah jam pelajaran yang rata – rata hanya 2 jam per- minggu juga semakin memperburuk kondisi pembelajaran Dikjasor. Seharusnya kurikulum yang ada  memberikan porsi jam yang lebih banyak dari yang selama ini.
Beberapa permasalahan yang muncul di lapangan itu disebabkan karena siswa belum dapat merasakan hasil dari pembelajaran mata pelajaran Dikjasor di sekolah.

E. Alternatif  Pemecahan Masalah

1.      Guru selalu memperbaharui Pengetahuannya
a.      Kelompok Kerja Guru ( KKG ) dan MGMP
Kelompok Kerja Guru ( KKG ) yang biasa dilakukan oleh guru – guru Dikjasor di SD perlu ditingkatkan dan mendapat perhatian serius. Hal ini dikarenakan KKG dapat dijadikan sebagai salah satu wahana untuk bertukar pikiran mengingat tidak semua guru yang membelajarkan Dikjasor di SD mempunyai latar belakang disiplin ilmu Dikjasor sebab biasanya yang membelajarkan adalah guru kelas. Dengan adanya pertemuan yang rutin dan berkualitas diharapkan akan dapat mendapatkan hal – hal baru di dalam membelajarkan siswa khususnya Dikjasor.
Di samping KKG, pertemuan MGMP yang biasa dilakukan oleh guru – guru Dikjasor di SMP dan SMA serta SMK juga lebih dimaksimalkan sebab apabila ada permasalahan – permasalahan di dalamnya dapat dipecahkan secara bersama – sama, tentu dengan memperhatikan karakteristik dan kondisi di lingkungan sekolah masing – masing.
b.      Mengikuti pertemuan ilmiah
Para guru Dikjasor harus sering mengikuti kegiatan ilmiah diantaranya workshop dan diklat, seminar, dan sebagainya untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dan tidak hanya sekedar bereoni dengan teman – teman atau sekedar mendapatkan sertifikat untuk menambah angka kredit dan kepentingan sertifikasi guru semata.
2.      Pemberian Reward dan Punishment
Kurangnya reward atau penghargaan menjadi salah satu sebab guru kurang mampu berinovasi dalam membelajarkan siswa. Di samping itu masih banyak guru yang membelajarkan siswa dengan seenaknya nanum tidak mendapatkan teguran, peringatan, maupun hukuman ( punishment ).
3.      Menambah jam pelajaran
Selain itu jumlah jam pelajaran yang pada umumnya 2 jam pelajaran setiap Minggu-nya perlu ditambah, sebab dengan indikator pembelajaran yang begitu banyak belumlah memadahi. 
4.      UN untuk mengukur Standar Pendidikan bukan Standar Kelulusan
Penerapan Ujian Nasional ( UN ) terhadap beberapa mata pelajaran sebagai syarat kelulusan siswa perlu kiranya dikaji ulang, sebab menurut amanah UU yang melakukan evaluasi pembelajaran adalah pendidik atau guru. Menurut Penulis hasil dari Ujian Nasional itu dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi sekolah atau daerah untuk mengetahui sejauh mana kualitas pendidikan diwilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Arwin. 2000. Efektivitas Pembelajaran Siswa Dalam Pendidikan Jasmani di SD Negeri 5 Kotamadya Bengkulu. Tesis. Unesa – Surabaya.

Dinas Pendidikan. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi. Jombang : Dinas Pendidikan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2003.  Undang – undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikdasmen.

Haag, H. 1994. Theoetical Foundation of Sport Science as a Scientific Discipline. Schorndorf : Hofmann, Karl Hofmann GmbH & Co.

Journal. 1990. PP 30 Tahun 1990 – Pendidikan Tinggi PP 30/1990. Jakarta : LN 1990/38; TLN No. 3414.

Journal. 2003. Standart Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani SMA / MA. Jurnal.

Komisi Disiplin Ilmu Keolahragaan. 2000. Ilmu Keolahragaan dan Rencana Pengembangannya. Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikti Skretariat Dewan Dikti.

Mutohir. C.T. 2000. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Jasmani Yang Seimbang dan Efektif. Makalh. Disampaikan dalam seminar ilmiah keolahragaan 15 sampai 17 Juni. Batu – Malang.

Siedentop. D. 1983. Developing Teaching Skills in Physical Education. Mountain View, CA : Mayfield Publishing.

Soemosasmito. 1994. Pedoman PPL Dikjas, bagi Praktikan, Guru Pamong, dan Supervisor. Surabaya : FPOK IKIP Surabaya.

Soemosasmito. 1999. Penelitian Tindakan Supervisi Kelompok Bagi Praktikan Program Pengalaman Lapangan. Disertasi : IKIP Malang

Wibowo. 2002. Peningkatan Guru dalam Membelajarkan Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani. Makalah Komprehensif. Unesa Surabaya.

Wuest. D.A. dan Bucher, C.A. 1995. Fondation of Physical Education and Sport. St Louis, Missouri : Mosby.


2 komentar: